Transformasi Karawo Gorontalo di IFW 2023

Jika karawo dulu identik dengan kemeja sulaman dengan desain yang monoton, kini berubah total. Karawo berpadu dengan busana busana modern seperti mantel, jaket, jas blus hingga aksesoris.

Dikatakan Gamaria, IFW 2023 sengaja dibidik pihaknya dan pemerintah provinsi untuk membuat karawo semakin dikenal. Bentuknya tidak hanya dalam hal pamer busana, tapi bagaimana mental dan kualitas desainer desainer lokal semakin meningkat dan mengikuti tuntutan dunia mode masa kini.

“Tampil di IFW 2023 sudah melewati perjuangan. Ada empat kali APPMI ikut membimbing, melatih para desainer kami untuk meningkatkan desain dan padu padan warna. Mainset pengrajin kami juga ditingkatkan karena desainer kami masih otodidak. Hari ini desainer kami tampil dengan karya yang bagus,” kata istri Penjabat Gubernur Gorontalo Hamka Hendra Noer itu.

Upaya modernisasi Karawo sudah terlihat sejak pembukaan IFW 2023. Salah satu desainer andalan Gorontalo, Agus Lahinta tampil menggebrak dengan delapan koleksinya. Mantel dibalur sulaman karawo tampil elegan. Perpaduan warna dengan motif karawo di hampir semua bagian busana juga mengundang decak kagum.

Bagi sebagian kalangan, kain karawo merupakan hal yang asing. Mayoritas warga Indonesia lebih mengenal kain batik sebagai kain tradisional. Batik bahkan bertransformasi dalam berbagai bentuk dan merek menyesuaikan dengan daerah. Ada batik solo, batik Jogja, batik Pekalongan dan banyak lain.

Karawo berasa dari kata mokarawo yang artinya adalah menyulam dengan tangan. Dahulu kain khas Gorontalo tidak banyak dijadikan busana. Ibu ibu yang mengisi waktu luang, biasanya menyulam untuk dijadikan sapu tangan, serbet, taplak meja dan sebagainya.

Upaya mempopulerkan karawo sudah dirintis belasan tahun lalu. Mulai dari mewajibkan sebagai seragam anak sekolah di Gorontalo, mewajibkan seragam ASN sekali dalam seminggu, menetapkan tanggal 23 Januari sebagai hari karawo, hingga menggelar festival karawo setiap tahunnya.

Momentum transformasi karawo benar benar terwujud saat Indonesia Fashion Week 2023. Panggung itu dimanfaatkan Pemprov Gorontalo dan Dekranasda sebaik baiknya. Karawo seolah membuka mata warga ibu kota, ada pakaian tradisional lain di Indonesia yang layak populer selain batik.

Ketua APPMI sekaligus Presiden IWF Popi Darsono bahkan ikut memaerkan karyanya di lokasi pameran. Kain jas atau blazer ala wanita Eropa ia padu padankan dengan Karawo. Terlihat cantik dan elegan.

Pun begitu dengan karya Naniek Rachmat desainer ternama Indonesia sekaligus Wakil Ketua APPMI. Coat atau mantel wanita ala ala Eropa dihiasi selendang yang penuh dengan Karawo. Mantel panjang berbahan kulit itu juga dihiasi Karawo di bagian bawahnya.

Singkatnya, IFW 2023 hari ini menjadi panggungnya Gorontalo. APPMI melalui ketuanya Popi Darsono telah memberi panggung yang penting untuk mengabarkan kepada Indonesia; saatnya bangga dengan karawo.

“Kami atas nama pemerintah dan warga Gorontalo mengucapkan banyak terima kasih dan sangat bangga karena bisa tambil di Indonesia Fashion Week 2023. Kami diberi kesempatan oleh Asosiasi Pengusaha Perancang Mode Indonesia untuk tampil di sini,” kata Ketua Dekranasda Provinsi Gorontalo drg. Gamaria Purnamawati Monoarfa Sp.KGA saat sesi jumpa pers usai pembukaan IFW 2023 di Jakarta Convention Center, Rabu (22/2/2023).

Kain Karawo karya Agus Lahinta tampil perdana di pembukaan Indonesia Fashion Week 2023 yang berlangsung di Jakarta Convention Center, Rabu (22/2/2023). Karya karyanya ditampilkan oleh model ibu kota dengan rincian delapan busana perempuan dan dua busana pria.

Sebagai seorang desainer lokal Gorontalo, karawo karya Agus Lahinta sudah malang melintang di dunia fesyen. Selain pernah tambil di IFW 2017, 2018 dan 2019, karyanya pernah pamer di New York Fashion Week 2017.

Pada ajang kali ini, Agus mengusung tema “odu olo”, bahasa Gorontalo yang jika diterjemahkan berarti terima kasih. Tiga warna kain karawo yang ia tampilkan merupakan tren warna 2023 yakni teracotta, green dan mustard.

“Ini sebagai bentuk ungkapan terima kasih saya untuk Gorontalo karena alamnya yang bagus, satwa yang unik. Semua itu saya hadirkan dalam karya karya saya,” kata Agus usai manggung.

Selain perpaduan warna yang kekinian, koleksi terbarunya menampilkan lima motif yakni burung maleo, bunga tatudu, hiu paus, ornamen adat “pahangga” serta perisai yang menjadi ciri khas Rumah Karawo.

“Sebagian besar motif yang digunakan indentik dengan ciri khas Gorontalo. Saya berharap ini menjadi perkenalan Gorontalo melalui sulaman tangan karawo,” jelas Agus.

Koleksi-koleksi yang ditampilkan adalah jas perempuan, jas pria, jaket, blus. Koleksi dengan potongan anak muda dilengkapi dengan aksesoris tas karawo untuk perempuan dan celana dengan potongan kekinian untuk pria.

Beberapa koleksi dilengkapi dengan ornamen makrame dan ikat pinggang pada busana yang ditampilkan. Unsur penting lain yakni penggunaan topi khas Gorontalo atau upia karanji. Topi yang terbuat dari tumbuhan belukar mintu.